Ritual di Pura Tanah Lot, Tabanan, Bali. (Yudha Maruta/Liputan6.com)
Keindahan objek wisata Tanah Lot
di Tabanan, Bali, telah dikenal di mata internasional. Wisatawan asing
dan domestik bisa menikmati keindahan pura yang ada di tengah laut ini
kapan saja, terutama saat matahari terbenam.
Namun tahukah Anda keindahan Pura Tanah Lot
dengan latar belakang matahari terbenam akan semakin indah dengan
kehadiran ribuan pemeluk Hindu Bali yang menggelar persembahyangan.
Nuansa keindahan Pulau Dewata akan semakin kental dengan suasana khusyuk umat Hindu yang datang dari berbagai penjuru Bali untuk melakukan persembahyangan.
Pada pekan ini di Pura Tanah Lot sedang digelar Piodalan Ngaturang
Pujawali, yakni persembahyangan yang dilakukan setiap 210 hari sekali di
sebuah pura.
Ritual di Pura Tanah Lot, Tabanan, Bali. (Yudha Maruta/Liputan6.com)
Sesuai penanggalan tradisional Bali, Piodalan di Pura Tanah Lot jatuh pada Buda Wage Lengkir.
Baca Juga
Pemandangan yang tidak selalu bisa dinikmati oleh para wisatawan ini
pun menjadi momen yang sangat bagus untuk menikmati keindahan pura yang
didirikan oleh seorang begawan di zaman Kerajaan Majapahit, yakni
Danghyang Nirartha.
Iring-iringan umat yang akan memasuki pura
dengan manapaki punggung batu karang, menjadi sasaran wisatawan untuk
berfoto dengan latar belakang Pura.
"Wisatawan sangat antusias
melihat langsung prosesi keagamaan di Tanah Lot," ucap Toya Adnyana
selaku Manajer Operasional DTW Tanah Lot,
Ritual di Pura Tanah Lot, Tabanan, Bali. (Yudha Maruta/Liputan6.com)
Untuk bisa menikmati keindahan Pura Tanah Lot dengan kehadiran ribuan
penganut Hindu Bali lengkap dengan pakaian adat khasnya, wisatawan bisa
datang pada jam-jam tertentu.
"Untuk pemedek (umat)
lokal kebanyakan berdatangan antara pukul 04.00-08.00 Wita, pagi
harinya, karena pas itu air laut sedang surut-surutnya," imbuh Toya.
Namun,
jangan kecewa jika tidak bisa menikmati keindahan Pura Tanah Lot pada
jam-jam tersebut. Sebab, selama Piodalan Ngaturang Pujawali, ratusan
warga Desa Pekraman Beraban telah melakukan aktivitas sejak sepekan
terakhir.
"Di sini kita juga dibantu oleh teruna-teruni (kelompok muda mudi) dari Desa Pekraman Beraban yang ngaturang ayah (bergotongg royong) secara bergilir. Mereka sudah mulai ngayah
(kewajiban sosial masyarakat Bali sebagai penerapan ajaran karma
margadari)